Posted by : Unknown
Kamis, 12 Juni 2014
Berikut merupakan analisis dari cerpen bila malam bertambah malam
No
|
Unsur
Intrinsik
|
Penjelasan
|
Contoh
Kutipan
|
1.
|
Alur
a.
Pemaparan (Eksposisi)
b.
Konflik
c.
Komplikasi
d.
Klimaks
e.
Resolusi / penyelesaian
(falling action)
|
a.
pemaparan: berawal dari
dialog antara Nyoman dengan Wayan sampai sebelum perdebatan
mengenai hutang serta kepergian Nyoman. memaparkan juga
sifat-sifat buruk Gusti Biang.
b.
Gusti Biang melarang
Nyoman pergi sebelum melunasi hutang, sementara Nyoman merasa
tidak punya hutang.
c.
Gusti Biang melarang
Ngurah menikahi Nyoman.
d.
klimaks: Wayan
membeberkan semua fakta yang selama ini disembunyikan.
e.
penyelesaian: Ngurah
memutuskan mengejar Nyoman, akhirnya Wayan kembali bersatu dengan
Gusti Biang
|
a.
”Kelihatan Nyoman sedang menyiapkan makan malam untuk Gusti
Biang. Sementara Wayan mengampelas patung.”
b.
”Hutang apa? Nyoman tidak pernah meminjam uang.”
c.
”Tidak semua itu hasutan. Anakku tidak akan kuperkenankan kawin
dengan bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria
kenceng.Keturunan raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh
darah sudra.”
d.
“Tiyang tahu semuanya, Tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah
mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan
dengan dia, seperti Tu Ngurah dengan Nyoman........”
e. ”Kalau begitu Wayan
tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita
berdua sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak itu
berumah tangga dengan baik.” |
2.
|
Tokoh
dan wataknya
a.
Gusti Biang
b.
Nyoman
c.
Wayan
d.
Ngurah
|
a.
Gusti Biang: Pemarah,
keras kepala, sombong, perhitungan
b.
Nyoman: Sabar, teguh
hati, setia
c.
Wayan: Bijaksana,
sabar, menenangkan/penengah
d.
Ngurah: Rendah hati
|
a.
Pemarah: “Siapa
bilang? Itu tak ada lobangnya sama sekali, toko itu menjual kawat
utuh kepadaku. Setan alas.”
Keras
kepala: “Hari ini
aku tak mau minum obat.”
Sombong:
“Tak kubiarkan
lagi kau bermain di pangkuanku, berak, ngompol. Memang aku ini
pelayanmu?”
Perhitungan:
“Nah, disini
dicatat semua perongkosan yang kau habiskan selama kau dipelihara
disini. Nyoman Niti, asal dari desa Maliling, umur lebih kurang
delapan belas tahun. Kulit kuning dan rambut panjang. Badan biasa,
lebih tinggi sedikit dari Gusti Biang. Mulai dari tahun lima puluh
empat, lima pasang baju, sebuah boneka, sebuah bola bekel, satu
biji kelerang, satu tusuk konde, .......”
b.
Sabar: “Tiyang
cicipi ya? Cobalah Gusti Biang ... mmm segar.”
Teguh
hati: “Obat-obat
ini dikirimkan dokter Gusti. Harus dihabiskan.”
Setia:
“Lebih dari
sepuluh tahun tiyang menghamba di sini. Bekerja keras dengan tidak
menerima gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang pergi
dari sini. Selama ini tiyang telah membiarkan diri diinjak-injak,
disakiti, dijadikan bulan-bulanan seperti keranjang sampah. Tidak
perlu rentenya, pokoknya saja. Hutang Gusti Biang kepada tiyang,
sepuluh juta kali sepuluh tahun. Belum lagi sakit hati tiyang
karena fitnahan dan hinaan Gusti. Pokoknya melebih harta benda
yang masih Gusti miliki sekarang. Tapi ambillah semua itu sebagai
tanda bakti tiyang yang terakhir.”
c.
Setia: “Tidak,
titiyang tidak takut sama leak atau memedi, tetapi memutar leher
Nyoman, piih, lebih baik memutar leher tiyang sendiri. Perawan
yang begitu cantik, baik, mahal.”
Bijaksana:
“Baik, kutuklah
tiyang. Usir sekarang, tapi jangan menyuruh menyakiti orang dalam
usia lanjut. Orang sedang bertapa dan bertobat disuruh mukul
orang. Kalau ular belang atau ular hijau, cacing tanah atau ulat
bulu, Wayan akan bunuh untuk keselamatan Gusti seperti tiga bulan
lalu. Gusti duduk di sini dan titiyang di sana di bawah pohon
sawo. Tiba-tiba Gusti Biang berteriak “ULAR”. Sekejab mata
ular itu telah menjadi delapan potong, ya tidak?
Menenangkan
: “Jangan gampang marah Gusti, itu Cuma angan-angan. Sabarlah.
Kalau usia sudah lanjut, tambahan lagi penyakitan, tak baik
marah-marah malam begini!”
d.
Rendah hati: “Tiyang
akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal kebangsawanan jangan
dibesar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau tidak
ibu akan ditertawakan orang. Ibu...”
|
3.
|
Tema |
Perbedaan
Kasta |
GUSTI BIANG :
“Dia tidak
pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas menjadi menantuku!” |
4.
|
Amanat |
a.
Perlakukan semua orang
dengan sederajat tanpa memandang kasta
b.
Setiap
orang tidak akan mampu hidup tanpa orang lain, maka hormatilah
semua orang dan bertindaklah baik
c.
Kendalikan
emosimu, karena hal tersebut mempu mencederai jiwa maupun raga
seseorang
d.
Mengakui
dan menerima segala kenyataan/kebenaran adalah bangsawan yang
sesungguhnya
e.
Ikhlaskan
hati untuk memberi pada seseorang, sekecil apapun itu
f.
Kejujuran
yang pahit akan lebih baik
g.
Jagalah
perkataanmu, Karena perkataan seseorang bisa lebih tajam dari
sebuah pisau
|
a.
NGURAH :
“Kenapa tidak
ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari
Nyoman untuk menjadi istri? Karena derajatnya? Tiyang tidak pernah
merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh
tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus
berhati-hati. Harus
pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang,
yang lain omong kosong semua!”
b.
NYOMAN :
“Orang
kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain.
Tapi Gusti, di mana letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan
di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan ditertawakan oleh orang
banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan tapi
kelakuan dan kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak
hanya bangsawan, semua orang berhak dihormati kalau baik. Begitu
mestinya.”
c.
WAYAN :
“Jangan
gampang marah Gusti,
itu cuma angan-angan. Sabarlah.
Kalau usia sudah lanjut, tambahan lagi penyakitan, tak
baik marah-marah
malam begini!”
|
5.
|
Setting
/ latar
a.
......................
b.
......................
|
a.
latar tempat: di daerah
Bali, kediaman Gusti Biang; ruang depan, halaman rumah, tempat
tidur Gusti Biang,
puri Tabanan.
b.
latar waktu: kebanyakan
terjadi di malam hari.
|
a.
Di ruang depan ada
kursi goyang dan kursi tamu. Gusti Biang ngomel terus.
b.
Malam di tempat kediaman Gusti Biang. Sebuah bale yang
disempurnakan untuk tempat tinggal.
|
6.
|
Dialog |
Dialog masih banyak
tercampur bahasa Bali, banyak juga umpatan atau kata-kata yang
kurang sopan. |
-
“Nuna sugere Gusti
Biang, kedengarannya seperti ada yang berteriak....”
-
“Tentu saja Gusti
Biang, itu sebabnya tiyang datang...”
-
“Kau... kau setan,
kukira ular belang jatuh dari pohon, bikin sakit jantungku kumat
lagi.”
-
“Setan!Setan! Kau tak
boleh berbuat sewenang-wenang di rumah ini......”
-
“Bedebah! Anjing ompong! Setelah mengusir dia aku akan mengutuk
kau, biar mati kelaparan di pinggir kali.”
|